Rabu, 08 Oktober 2014

Adat Pesta Pernikahan di Nias

Besarnya jumlah mahar perkawinan yang berlaku dalam adat perkawinan suku Nias menjadi salah satu pertimbangan bagi masyarakat Nias untuk melangsungkan sebuah pernikahan oleh karena itu melangsungkan perkawinan di daerah lain (di luar daerah Nias), khususnya di daerah perkotaan, menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat Nias untuk menghindari besarnya biaya mahar yang harus diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Mahar dalam adat Nias ini juga mengandung isu-isu ketidakadilan gender yaitu dengan adanya istilah “Böli Gana’a” yang bermakna bahwa perempuan itu adalah bagaikan barang belian. Konsekuensi dari istilah ini mengakibatkan kaum perempuan selalu berada di bawah kekuasaan laki-laki. Bagi masyarakat Nias, perempuan harus memiliki kesanggupan untuk bekerja keras karena setelah berkeluarga pembayaran biaya mahar ketika melaksanakan upacara perkawinan cenderung merupakan tanggung jawab perempuan. Hal ini jugalah yang mendorong baik perempuan maupun laki-laki akhirnya lebih memilih melaksanakan pernikahannya di luar daerah Nias karena biasanya mahar perkawinan tergantung kesepakatan dan kemampuan pihak laki-laki yang datang melamar, dan untuk perempuan, tidak terikat tanggung jawab untuk membayar mahar yang besar. Berangkat dari latar belakang ini, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tata cara penetapan mahar bagi perempuan Nias, khususnya yang bekerja di sektor informal di Padang Bulan, Medan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan studi kasus.Penelitian ini berlokasi di daerah Padang Bulan Medan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah perempuan suku Nias yang bekerja di sektor informal di Padang Bulan Medan. Pengumpulan data digunakan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari hasil lapangan. Hasil dari data lapangan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam tata cara penetapan mahar perkawinan yang berlaku bagi suku Nias di daerah Nias dengan yang berlaku di luar daerah Nias (perantauan). jumlah mahar yang berlaku di daerah Nias terdiri dari kefe (uang kertas), bawi (babi), böra (beras), firö (uang perak), dan ana’a (emas). Jumlah uang kurang lebih Rp. 30 juta, emas (cincin untuk mempelai perempuan dan ibu mempelai perempuan), babi 30 ekor, dan beras 20 karung. Tahap pendahuluan, masa pertunangan, pesta kawin dan penyelesaian harus dilalui seluruhnya sedangkan di Padang Bulan Medan tahap-tahap adat perkawinan yang lebih singkat, jumlah mahar yang lebih sedikit, berkisar antara Rp. 1 juta – Rp. 15 juta serta bisa di-uang-kan. Dari 10 orang informan, tidak ada yang pernah mendengar istilah gender dan hanya satu orang yang megerti konsep budaya patriarki, walaupun masing-masing informan menyadari bahwa terdapat sikap mendahulukan kepentingan anak laki-laki dalam keluarga. Dalam kehidupan rumah tangga, tidak jarang sang isteri manjadi penopang utama hidup keluarga ketika suami tidak mau tahu dengan keluarganya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar